MESJIDIL MARAM

MESJIDIL MARAM
MAKKAH,ARAB SAUDI

Selasa, 12 April 2011

Menghayati makna kematian dgn Al-Qur’an

Lahir, hidup dan mati adalah perjalanan yang harus ditempuh oleh setiap manusia namun lahir dan hidup hanya berlangsung dengan waktu yang sangat singkat dan masih dapat dihitung dengan jari. Berlainan halnya dengan mati dimana waktunya hampir tidak pernah berkesudahan sehingga diperlukan bekal yang cukup untuk menghadapinya.

Bila dilakukan perenungan secara mendalam maka hidup yang sebenarnya adalah mati sedangkan hidup yang kita rasakan sekarang itulah mati yang sebenarnya. Kehidupan harus diisi dengan kerja keras hanya untuk mereguk secuil kebahagiaan dan beberapa saat ke depan kebahagiaan yang sudah kita rasakan sudah tidak bahagia lagi dan kita terus sibuk untuk mencari kebahagiaan yang lain.

Kebahagiaan yang berpindah-pindah ini menunjukkan bahwa kita sudah mati karena tidak ada lagi jiwa dan perasaan untuk menikmatinya. Seseorang yang baru memiliki rumah dan kendaraan akan merasa bahagia namun ketika semua ini sudah dirasakannya maka yang bersangkutan tidak bahagia lagi dengan itu. Orang desa menduga bahwa hidup di kota besar adalah bahagia, sebaliknya orang kota merasa bahwa hidup di desa yang bahagia.

Perasaan seperti ini menunjukkan bahwa bahagia hidup di dunia bagaikan fatamorgana. Keadaan yang seperti ini seharusnya memberikan pelajaran kepada kita untuk beralih mencari kebahagiaan di alam lain dan inilah yang disebut dengan mati. Kebahagiaan yang ada di alam kematian sudah disebutkan oleh Allah dalam al-Qur’an agar manusia mempersiapkan bekal untuk itu.

Oleh karena itu, kematian adalah istirahat dari pekerjaan yang selalu mengukur dunia yang tidak berbatas. Jika dengan demikian maka pemikiran kita perlu di balikkan supaya sibuk memikirkan kematian karena di sinilah letak kebahagiaan yang hakiki. Berdasarkan hal ini maka sudah sewajarnya jika kita memandang bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang sangat singkat dan karenanya jangan dikotori dengan perbuatan-perbuatan yang tercela.

Kematian adalah nikmat
Semua manusia -baik mukmin maupun kafir- mengakui bahwa kematian pasti datang namun sebagian besar di antara manusia takut menghadapinya. Hal ini disebabkan adanya keraguan bahwa kehidupannya selama di dunia hanya diisi dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Berlainan halnya dengan orang-orang yang taqwa dimana kematian merupakan sesuatu yang sudah lama mereka rindukan.

Menarik sekali pernyataan Jalaluddin al-Rumi, jika janin diberitahu bahwa hidup di dunia lebih baik dari kehidupan di dalam rahim maka dapat dipastikan bahwa janin tidak akan percaya. Ketika janin lahir ke dunia barulah dia menyadari bahwa kehidupan dunia lebih baik dari kehidupan di dalam rahim. Kemudian diberi tahu bahwa kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan dunia namun kebanyakan manusia juga tidak mempercayainya.

Allah tidak pernah melarang kita untuk merebut dunia asalkan dipahami bahwa dunia adalah sarana bukan merupakan tujuan. Bila dunia dipahami sebagai sarana maka hukum-hukum Allah selalu dijadikan panduan, sebaliknya bila dunia dipahami sebagai tujuan maka hukum-hukum Allah selalu diabaikan. Konsekwensi yang diterima ketika menjadikan dunia sebagai tujuan adalah kehidupan yang melarat ketika berada di alam akhirat.

Untuk memberikan kesadaran kepada manusia bahwa dunia hanya sebatas sarana maka Allah memerintahkan kita untuk banyak mengingat mati. Ada juga yang memahami jika terlalu banyak mengingat mati maka dapat menumbuhkan sikap statis bahkan mundur. Pemikiran yang seperti ini tidak hanya salah akan tetapi menunjukkan ketololan yang luar biasa karena mengingat kematian akan membuat seseorang lebih kreatif karena bekerja itu sendiri adalah ibadah.

Dunia adalah kehidupan sementara dan sesaat namun sangat menentukan kehidupan yang sesungguhnya di hari akhirat. Meskipun demikian maka dunia adalah merupakan tiket untuk menentukan posisi seseorang apakah sebagai penghuni surga atau penghuni neraka. Baik tidaknya pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang semasa hidup adalah merupakan taruhan untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya yaitu kehidupan hari akhirat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar di antara kita banyak yang kurang memahami arti kehidupan dunia yang sesungguhnya. Kemudian banyak juga yang terlena dengan kemegahan dan keglamouran dunia yang sesungguhnya hampa. Mereka seolah-olah memahami bahwa kehidupan dunia adalah segala-galanya dan yang dicari adalah kesenangan semata tanpa memperdulikan hukum-hukum Tuhan. Mereka ini telah digambarkan dalam al-Qur’an Q.S. al-Baqarah ayat 86 sebagai agen untuk menjual akhirat demi kepentingan dunia.

Dalam al-Qur’an banyak sekali terdapat kecaman tentang kehidupan dunia di antaranya disebutkan bahwa dunia adalah kesenangan yang menipu daya (Ali Imran: 185) dan permainan dan senda gurau (al-An’am: 32). Bila dunia adalah sebagai permainan dan senda gurau maka kehidupan di dalamnya tidak pernah abadi dan kenikmatan di dalamnya hanya bersifat semu dan sementara. Bukankah Allah telah menegaskan dalam Q.S. al-Dhuha bahwa kehidupan akhirat jauh lebih baik dari kehidupan dunia?

Berdasarkan pernyataan di atas maka kematian hanyalah perpindahan dari alam mimpi ke alam nyata. Menurut al-Raghib al-Ashfahani sebagaimana yang dikutip oleh Prof. Dr. Quraish Shihab bahwa kematian merupakan tangga menuju kebahagiaan abadi. Mati merupakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain sehingga dengan demikian maka kematian adalah merupakan kelahiran baru bagi manusia. Kehidupan manusia di dunia adalah ibarat telur dengan anak ayam dan kesempurnaan wujud anak ayam karena menetasnya telur. Oleh karena itu kematian adalah pintu menuju kesempurnaan, kebahagiaan dan surga yang abadi.

Apabila persiapan menghadapi maut sudah lengkap dan sempurna maka kehadirannya selalu dirindukan karena mati itu sendiri adalah nikmat. Kenikmatan hidup adalah kenikmatan yang semu lagi membosankan dan tidak jarang seseorang berpindah dari satu nikmat untuk menuju nikmat lainnya. Schopenhouer sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab mengatakan bahwa mengantuk itu adalah nikmat dan tidur jauh lebih nikmat dari mengantuk dan adapun nikmat yang lebih sempurna dari pada tidur adalah kematian.

Penutup
Kematian dapat menjadi nikmat apabila dilengkapi dengan bekal yang sempurna dan bagi yang tidak memiliki bekal maka kematian baginya adalah malapetaka. Meskipun demikian namun kematian tetap saja akan datang dan tidak peduli apakah yang bersangkutan sudah memiliki bekal atau tidak. Al-Qur’an menyebutkan bahwa mati pasti akan datang walaupun yang akan dijemput berlindung di balik tembok besi sekalipun, demikian disebutkan dalam Q.S. al-Nisa’ ayat 8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar